Kemurnian Agama Terjaga dengan Peringatan Ulama bag. 2
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
Ø¥Ùنَّ ٱلَّذÙينَ يَكۡتÙÙ…Ùونَ مَآ أَنزَلۡنَا Ù…ÙÙ†ÙŽ ٱلۡبَيّÙنَٰت٠وَٱلۡهÙدَىٰ Ù…ÙÙ†Û¢ بَعۡد٠مَا بَيَّنَّٰه٠لÙلنَّاس٠ÙÙÙŠ ٱلۡكÙتَٰب٠أÙوْلَٰٓئÙÙƒÙŽ يَلۡعَنÙÙ‡Ùم٠ٱللَّه٠وَيَلۡعَنÙÙ‡Ùم٠ٱللَّٰعÙÙ†Ùونَ ١٥٩
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah subhanahu wa ta’ala dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (Al- Baqarah: 159)
Tentang kemungkaran, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى Ù…ÙنْكÙمْ Ù…Ùنْكَراً ÙَلْيÙغَيّÙرْه٠بÙيَدÙÙ‡ÙØŒ ÙÙŽØ¥Ùنْ لَمْ يَسْتَطÙعْ ÙَبÙÙ„ÙسَانÙÙ‡ÙØŒ
ÙÙŽØ¥Ùنْ لَمْ يَسْتَطÙعْ ÙَبÙقَلْبÙÙ‡Ù ÙˆÙŽØ°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ أَضْعَÙ٠اْلإÙيْمَانÙ.
“Barang siapa melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, (tolaklah) dengan hatinya; dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id al- Khudri radhiallahu ‘anhu)
Diamnya seorang alim atas sebuah kemungkaran, apalagi kemungkaran itu telah merebak, adalah sebab menyimpangnya umat dan turunnya laknat Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini sebagaimana ditunjukkan ayat yang telah lalu. Hal ini pula yang menimpa Bani Israil, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
Ù„ÙعÙÙ†ÙŽ ٱلَّذÙينَ ÙƒÙŽÙَرÙواْ Ù…ÙÙ†Û¢ بَنÙيٓ Ø¥ÙسۡرَٰٓءÙيلَ عَلَىٰ Ù„Ùسَان٠دَاوÙۥدَ وَعÙيسَى ٱبۡن٠مَرۡيَمَۚ ذَٰلÙÙƒÙŽ بÙمَا عَصَواْ وَّكَانÙواْ يَعۡتَدÙونَ ٧٨
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (al-Maidah: 78)
Karena ayat-ayat al-Qur’an dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam inilah, para ulama tidak pernah berhenti memperingatkan umat dari tokoh, kitab, dan pemikiran sesat.
Anda mungkin pernah mendengar kitab ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah wa az-Zanadiqah fima Syaku fihi min Mutasyabihil Qur’an wa Taawwaluhu ‘ala Ghairi Ta’wilihi. Kitab ini adalah karya al-Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H) untuk membantah Jahmiyah dan Zanadiqah yang menuduh bahwa ayat al-Qur’an saling bertentangan. Mereka mengambil ayat mutasyabih lantas mereka tafsirkan dengan hawa nafsu, kemudian mereka benturkan dengan ayat yang lain.
Sungguh, karya al-Imam Ahmad ini begitu mahal. Beliau rahimahullah memegang teguh wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ÙÙŽØ¥Ùذَا رَأَيْت الَّذÙينَ يَتَّبÙعÙونَ مَا تَشَابَهَ Ù…ÙنْهÙØŒ ÙÙŽØ£ÙولَئÙÙƒÙŽ الَّذÙينَ سَمَّى الله٠ÙَاØْذَرÙوهÙمْ
“Apabila kalian melihat orang yang senantiasa mengikuti ayat-ayat mutasyabbih; merekalah orang yang Allah sebut (dalam ayat ini). Waspadalah kalian dari mereka!”
Karya al-Imam Ahmad rahimahullah hanyalah satu contoh dari lautan karya para ulama sejak dahulu hingga sekarang yang membantah dan memperingatkan umat dari kesesatan dan tokoh penyesat.
Tentang kitab-kitab bantahan kepada ahlul ahwa dan pemikiran mereka atau dikenal dengan kitab rudud, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Demi Allah, kitab-kitab tersebut termasuk ilmu yang menjaga, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Hudzaifah radhiallahu ‘anhu, ‘Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan. Namun, aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan, karena khawatir kejelekan itu menemuiku.’
Seorang harus mengenal kitab ahlul bid’ah dan (mengenal) kesesatan. Jika tidak, sungguh kebanyakan pemuda tidaklah tersesat kecuali ketika mereka kehilangan kitab-kitab yang melindungi mereka. Kitab-kitab bantahan (rudud) itu memuat perlindungan bagi para pemuda.
Orang yang melakukan tarbiyah (pendidikan), tetapi tidak melakukan penjagaan dan tidak meletakkan perlindungan terhadap kaum muda, aku permisalkan ibarat orang yang menanam lantas didatangi oleh hewan yang memakan habis tanaman tersebut.
Demikianlah tanaman ketika tidak dipagari. Seperti itu pula ketika tidak ada perlindungan berupa tahdzir dari bahaya bid’ah, manusia akan binasa. Oleh karena itu, salaf mendapatkan keberhasilan besar tatkala menggunakan metode tahdzir terhadap ahlul bid’ah. Mereka berhasil menjaga (melindungi) sunnah dan jamaah.
Namun, ketika pagar ini dihancurkan dan perhatian terhadap penjagaan masyarakat sunni dari serangan ahlul bid’ah semakin menipis, ahlul bid’ah pun melancarkan serangannya dan berhasil menguasai mereka. Tersebarlah (apa yang saat ini kita saksikan berupa) pengeramatan kuburan, khurafat, dst.
Kitab-kitab bantahan (rudud) tersebut, barang siapa menginginkan kebaikan, sungguh—demi Allah—dia akan membacanya. Dengan begitu, dia akan dapati di dalamnya pembeda antara yang haq dan yang batil. Ketika itu, dia akan mendapati penjagaan dan perlindungan dari penyakit (bid’ah) tersebut.
Sebagaimana kita memberikan kekebalan dan imunisasi pada bayi kita dari penyakit sebagai wujud perhatian besar, demikian pula kita wajib memberi perhatikan terhadap akal anak-anak kita. Kita melindunginya, menyampaikan tahdzir (peringatan) kepadanya, dan memberikan pemahaman kepadanya sehingga akalnya mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk.” (Majmu’ Kutub wa Rasa’il wa Fatawa asy-Syaikh Rabi’, 14/282—283)
Demikianlah, tahdzir terhadap kebatilan dan pengusungnya memiliki peranan yang demikian agung dalam hal menjaga kemurnian Islam. Lantas bagaimana pendapat Anda tentang mereka yang meremehkan manhaj tahdzir ini? Allahul musta’an.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mudahkan kita dan kaum muslimin melaksanakan dengan baik salah satu bagian dari agama ini sesuai dengan syariat-Nya.
Ditulis oleh al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.